Wawancara Kepala Gabungan Mahasiswa Islam (GAMASIS), Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran – Muldan Halim Pratama
Lembaga Dakwah Fakultas. Kepala Gabungan Mahasiswa
Islam (GAMASIS), Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Muldan Halim Pratama.
Saat diwawancari di indekos pewawancara (Moch. Rizqi Hijriah). Daerah Puri
Indah, Cikeruh, Jatinangor. Pada hari Kamis (19/04).
|
FOTO : IDA BAGUS NAWAGANI
|
Fungsi Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) di kampus belum berlangsung
efektif. Karena pada saat ini fungsi dari LDF mengalami pergesaran. Semula
tempat mencari ilmu agama, tetapi sekarang lebih pada asyik-asyikan saja. Hal
ini ditambah pula dengan kurangnya sumber daya manusia yang ada di LDF.
Di mana, anggota LDF di Fakultas
Hukum (FH), Unpad. Tidak sebanyak dibandingkan dengan jumlah anggota di Unit
Kegiatan Fakultas (UKMF) lain. Kurang cermatnya penggunaan media pun menjadi
salah satu hambatan sekaligus tantangan bagi LDF. Terkhusus bagi GAMASIS
sendiri. Maka bagaimana LDF bisa memperluas cangkupan dakwahnya dan dapat eksis
tidak hanya di fakultas, namun juga di kampus. Juga menampakkan kita ini
muslim, dan mempunyai cara sendiri.
Hal ini mempengaruhi keberhasilan
dakwah di kampus, terutama di fakultas. Dengan kita tahu siapa yang di dakwahi
dan apa saja metode yang digunakan. Pria kelahiran 97 ini, menuturkan pula
bahwa GAMASIS juga memiliki metode dakwah dengan menyebar ke beberapa
organisasi di kampus. Agar dapat menjadi agen dakwah, menjadi insan yang
mengingatkan dalam kebaikan.
Pada hari Kamis (19/04), di
tengah-tengah kesibukannya menjadi Humas, Padjadjaran Law Fair 2018. Pria
yang akrab dipanggil Muldan ini, menyempatkan hadir untuk memenuhi tawaran
wawancara. Bertempat di indekos pewawancara (Moch. Rizqi Hijriah), daerah Puri
Indah, Cikeruh, Jatinangor.
Sekarang sedang sibuk kegiatan apa saja.
Sedang
kuliah, semester empat, biasa tugas-tugas. Serta amanah menjadi kepala di
Gabungan Mahasiswa Islam (Gamasis) Fakultas Hukum, Unpad. Selain dari itu,
kepanitiaan kegiatan Padjadjaran Law Fair 2018.
Bagaimana cara pengorganisasian Lembaga
Dakwah Fakultas GAMASIS FH di Bandung dan Jatinangor.
Ya jadi, untuk FH tahun ini ada kebijakan
baru dari senior. Yaitu menginginkan pemusatan kegiatan di Jatinangor. Karena
tinggal tersisa dua angkatan Fakultas Hukum di Bandung. Oleh karena itu, untuk
saat ini terdapat koordinator wilayah. Untuk di Bandung angkatan 2015.
Sedangkan di Jatinangor angkatan 2016.
Perbedaan
fungsi koordinator di Jatinangor dan di Bandung.
Fungsi koordinator di Bandung, hanya
berfungsi sebagai delegasi atau perwakilan saja. Untuk efektivitas kegitan di
Bandung sendiri sudah sangat berkurang.
Visi dakwah
dari GAMASIS tahun ini.
GAMASIS eksis, kenapa karena pada
saat ini belum eksis di teman-teman yang lain. berharap eksis ini bukan hanya
di lingkungan fakultas hukum. Melainkan di tingkat kampus juga. Hal ini dapat
dicapai dengan beberapa cara : pertama, dengan membangun kekeluargaan di
internal GAMASIS sendiri, kedua membangun jalinan dengan organisasi lain.
Peran LDF dalam
bidang keagamaan di Fakultas itu bagaimana.
Secara ideal, bagi saya perannya
sangat sigfinikan dalam bidang keagamaan di fakultas. Tetapi secara realitas
hal ini berebda. Dapat terlihat dari segi anggota LDF sendiri, jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) lain. Hal
ini memiliki arti bahwa belum tersebar-luasnya dakwah di fakultas. Ditambah
dengan bagaimana cara pengemasan dakwah agar dapat menarik. Selain dari itu
adanya pergeseran persepsi antara dahulu dan sekarang. Dahulu LDF merupakan
tempat untuk menimba ilmu. Namun sekarang lebih kepada sekadar rame-ramean.
Itu mungkin yang belum bisa di akselerasi lebih lanjut. Juga sumber daya
manusia yang kami punya belum bisa berperan aktif dalam hal itu.
Targetan agar Lembaga
Dakwah Fakultas GAMASIS FH dapat berhasil dakwah di Fakultas.
Sampai sejauh ini dibandingkan
teman-teman yang lain belum sampai ke arah sana. Seperti halnya di FISIP dan di
FIKOM. Bahkan dalam hal pengkaderan pun belum matang. Belum ada standar,
padahal dapat dibilang pengkaderan ini merupakan jantungnya dalam berdakwah.
Saya rasa dilihat dari sisi pengkaderan yang belum maksimal, jadi untuk saat
ini standar untuk menjalankan dakwah di fakultas. Belum tertarget dengan jelas.
Bagaimana Lembaga
Dakwah Fakultas menyikapi penghapusan Mata Kuliah Agama, dibeberapa kampus
maupun fakultas.
Di FH sendiri terdapat mata kuliah
agama. Pemberiannya di semester pertama, mulai dari angkatan 2016 dan 2017.
Namun patut disayangkan beban mata kuliahnya hanya satu sks. Padahal dalam
konstitusi kita, Undang-Undang Dasar yang namanya pendidikan itu tidak hanya
berorientasi kepada keilmuan, tetapi juga membentuk iman dan taqwa. Kalo agama
dihilangkan kan jadi pincang, tujuan pendidikan kita.
Menurut Anda,
seberapa butuh mahasiswa mendapatkan bimbingan rohani.
Jika ditanyakan kepada mahasiswa
tentu saya tidak bisa menjawab secara umum. Karena tidak bisa digeneralisir.
Namun saya sebagai perwakilan LDF, menyatakan bahwa bimbingan kegamaan itu
sangat penting. Terlebih kami mahasiswa fakultas hukum, memandang agama dari kacamata.
hukum. Sebagaimana tujuan pendidikan di dalam konstitusi, bahwa pendidikan itu
bukan sekadar keilmuan namun pula iman dan takwa. Karena tentu kita sesuai
dengan dasar negara kita, yaitu yang pertama “Ketuhanan yang maha esa.”
Bagaimana mungkin, kalo sisi keagamaan itu hilang, maka saya katakan sekali
lagi, itu pincang.
Dalam pertemuan
Lembaga Dakwah Fakultas se-Unpad dengan Rektor, dikatakan bahwa mentoring Islam
pada mahasiswa tidak lagi relevan. Ada tanggapan atau sanggahan.
Iya, setelah diadakannya pertemuan
tersebut pekan lalu. Namun saya tidak berkesempatan hadir, namun informasi
tersebut saya telah dapatkan dari teman saya. Kita harus mengakui bahwa
mentoring dari LDF ini kurang efektif. Jika dilihat dari segi keilmuan pun
kurang dalam lah. Kenapa? Karena saya kira, ini tidak bisa digeneralisir ya,
ini hanya pendapat saya. Bahwa LDF itu hanya berdakwah dengan semangat bukan
dengan ilmu. Ini jadi kekurangan terbesar. Saya kecewa dengan pernyataan Pak
Rektor. Karena Ia mengatakan “program mentoring kurang relevan lagi bagi
mahasiswa” tetapi Ia tidak memberikan solusinya. Inilah yang kami (para
perwakilan LDF) sayangkan. Ia hanya menyatakan, LDF perlu metode baru menggait
mahasiswa untuk belajar ilmu agama. Sementara dalam hal fasilitas, dana dinilai
kurang.
Apa program
kegamanaan yang menurut Anda cocok untuk menggantikan program mentoring Islam
pada mahasiswa.
Untuk menggantikan sistem maupun
program kegamaan, saya tidak sepenuhnya sepakat. Karena saya kira mentoring itu
tidak sepatutnya dihapus, namun sepatutnya dipertahankan.
Apa alasan Anda.
Karena melalui mentoring itu kita,
setidak-tidaknya membentuk suatu ekosistem menjadi alarm satu sama lain. Ini
sesuai juga dengan perintah Allah, untuk tolong menolong dalam kebaikan. Namun
memang mentoring ini harus dievaluasi, bagaimana efektivitasnya. Tidak
serta-merta langsung dibuang. Mungkin solusinya adalah dengan diadakannya
sistem baru, tanpa menggantikan sistem sebelumnya (mentoring).
Solusi yang
anda berikan.
Mungkin solusi yang diberikan masih
menjadi perdebatan. Yaitu mentoring tidak hanya dikemas dengan sisi keagamaan,
namun bisa juga diharmonisasikan dengan sisi keduniaan. Agar menjadi profit
bagi pesertanya.
Keluaran (output) dari mentoring.
Output dari mentoring itu mencetak kader. Yaitu diharapkan dapat
menjadi pementor juga. Setidaknya menjadi pengingat dalam kebaikan. Karena hal
ini luput di organisasi umum.
Seberapa besar
sumbangsih LDF dalam memenuhi hak beribadat mahasiswa yang beragama Islam.
Memenuhi hak beribadah, saya rasa
bukan lapangan LDF. Karena terkait hak, itu merupakan kewajiban kampus. Seperti
masalah sarana-pra sarana untuk beribadah dan lainnya. jadi LDF hanya
memfasilitasi mahasiswa untuk beribadah. Bagaimana mereka itu dapat nyaman
untuk beribadah.
Hal apa saja
yang telah difasilitasi oleh LDF GAMASIS FH.
Yang paling terlihat dari segi
pengelolaan mushola fakultas. Walaupun terkadang satu dan lain hal dalam
memenuhi/memfasilitasi mahasiswa dalam beribadah kurang juga. Seperti halnya di
FIB, kekurangan air, di FH juga. Kita bukannya tidak ingin mengumandangkan
adzan dengan pengeras suara. Namun pada saat ini memang belum terfasilitasi
terkait hal tersebut. Maka menjamin hak untuk beribadah itu bukan ditanggung
oleh LDF saja, melainkan juga pihak kampus (rektorat dan dekanat).
Tanggapan LDF
terhadap, kasus yang dinilai sebagai penistaan agama. (Kasus Rocky Gerung)
Mungkin saya lihat hal ini bukan
dari pihak LDF, karena di LDF belum dikaji hal ini. melainkan saya pandang
sebagai muslim saja, mahasiswa hukum. Menurut saya itu bukan sebagai penistaan
agama. Walaupun beberapa orang, telah melaporkan hal tersebut. Karena pada saat
itu sedang berlangsung forum keilmuan, berkutat tentang ilmu filsafat yang Ia
geluti. Berbeda dengan kasus Pak Ahok, yang bukan dalam forum keilmuan.
Melainkan sedang kunjungan kerja, dan ia menyerempet kepada hal agama
(menyinggung salah satu ayat Al-Qur’an). Dan ia mengatakan “Jangan pilih saya”,
jelas ini konteks politik. Namun saya juga belum bisa menanggapi yang dimaksud
fiksi disini apa, karena saya bukan orang filsafat. Namun seharusnya, hal itu
tidak dibawa ke jalur hukum. Karena tidak termasuk kedalam hal penistaan agama,
tapi hanya perdebatan dalam ranah keilmuan. Maka seharusnya diselesaikan dengan
ranah keilmuan juga. Seperti halnya “Buku dibalas dengan buku.” Bukan halnya
dipidanakan. Karena bagi Saya, seandainya polisi dengan mudah menerima laporan
seperti itu, polisi sendiri yang akan kerepotan.
Bagaimana LDF
menyikapi perbedaan pendapat terkait hal tersebut di kalangan mahasiswa.
Pertama pasti diarahkan kepada hal
toleransi. Sebagai bangsa yang tinggi toleransinya. Tetapi terkadang ada
beberapa orang yang menjalankan toleransi ini secara berlebihan, sehingga
melupakan syariat-syariat dalam agama Islam. Di lain sisi kita juga terlalu
pengecut dan takut untuk menampakan bahwa kita ini muslim, bagaimana kemudian
sikap Islam dalam permasalahan yang ada. Karena mungkin takut dituduh SARA
juga.
Apa sikap LDF
dalam menanggapi kasus penistaan agama ini.
Kita adakan diskusi secara tidak formal.
Sambil makan sambil berdiskusi. Namun saya sendiri, cenderung untuk tidak
menanggapi.
Sebagai
mahasiswa hukum, Apa tanggapan Anda terkait kasus penistaan agama yang dibawa
ke jalur hukum.
Saya kira terdapat blunder dalam
kasus Pak Ahok. Karena banyaknya pelaporan dalam kasus penistaan agama ini,
terjadi setelah kasus Pak Ahok. Sebagaimana kasus Pak Rocky Gerung dan Bu
Sukmawati pun dibawa ke arah sana. Padahal masalah ini lebih ke konteks. Saya
melihat sekarang itu menjadi tidak kondusif. Tapi secara hukum terutama masalah
Rocky Gerung ini menjadi pembelajaran bagi polisi. Untuk tidak langsung
mengamini hal tersebut. Sedikit-sedikit penistaan, sedikit-sedikit penistaan.
Terus berkutat disana. Maka akan repot juga jika sedikit-sedikit ditempuh
dengan jalur hukum. Membuat masyarakat seolah-olah saling memidanakan.
Apa sikap dan
upaya LDF sendiri agar mahasiswa dapat menghargai perbedaan dan menjunjung
tinggi kebhinekaan.
Pertama harusnya LDF menjadi tempat
menuntit ilmu. Kedua, berupaya memberikan pencerdasan-pencerdasan. Dengan
mengadakan diskusi, kajian, poster-poster. Ketiga, mengadakan komunikasi dan
menjalin hubungan dengan kelompok mahasiswa lain yang berbeda agama.
Bagaimana agar
LDF ini dapat dipercaya oleh mahasiswa sebagai tempat/wadah untuk memfasilitasi
hak dalam beragama.
Pertama dengan memperbaiki diri
dahulu (memperbaiki internal LDF). Adanya ketidakpercayaan diri, yaitu merasa
kurangnya ilmu. Mengunduh banyak ilmu dari Ustadz. Kedua ukhuwah, karena
belum berperan, belum aktif. Tidak melaksanakan kegiatan sekedar eksistensi,
lebih membahas tentang keilmuan.
Bagaimana
menyikap anggapan bahwa orang konservatifis itu buruk dan berlebihan. (Contoh
teroris)
Saya kira ini bukan hanya pandangan
orang, tetapi di dalam LDF nya juga memang terkadang memandang seperti itu.
Seperti disebut konservativis bahkan radikal. Kalo saya pribadi mengizinkan
siapa saja masuk kedalam GAMASIS, sepanjang tidak sampai loncat sebagai ahlussunnah.
Saya lihat yang konservativis, mempertahankan Islam. Dan perlu juga orang-orang
seperti itu ada di LDF. Agar pembicaraan tidak selalu bermuara pada politik
lagi, politik lagi. Konservatif lebih pada keislaman kita.
Bagaimana peran
LDF untuk mengenalkan Islam ditengah-tengah lingkungan kampus yang heterogen.
Itu yang susah, ha-ha-ha. Kalo
sekarang pasti lewatnya media. Cuma memang yang menjadi masalah itu,
orang-orang semangat untuk mengenalkan lewat media itu belum maskimal. Dan
orang-orang kurang paham mengenalkan lewat media. Kurang efektif, karena kurang
menarik dalam tata cara pengemasannya. Akhirnya balik lagi LDF itu lebih ke
mentoring tadi. Berusaha untuk menggaet, secara kelompok-kelompok kecil.
Bagaimana
menentukan cara dakwah yang paling tepat untuk diterapkan terhadap mahasiswa.
Cara dakwah yang paling tepat, kita
harus melihat dari segi. Dari siapa yang kita dakwahi dan kaidah-kaidah dalam
berdakwah. Jangan sampai kaidah-kaidah dalam bertabrakan dengan lingkungan di
FH sendiri. Maka dari itu GAMASIS membentuk strategi, yaitu bagaimana dakwah
bisa masuk. Untuk menyebar di kegiatan mahasiswa. Di FH sendiri, mahasiswanya
lebih tertarik pada kepanitiaan. Maka ada salah satu kader dari kita masuk dan
menyebarkan dakwah.
Apakah ada
jaminan bahwa kader GAMASIS tidak terbawa dalam arus.
Tidak ada jaminan, namun ada
komitmen dari kader GAMASIS sendiri untuk menjadi pengingat dalam kebaikan.
Melainkan jaminannya ada dalam diri sendiri.
Terdapat ajaran
ggama yang kurang sesuai, bahkan dikatakan sesat oleh MUI. Tanggapan Anda.
Kita berupaya untuk menjadi ruang
untuk berkegiatan keislaman. Namun saya tahu, di LDF yanga da di Unpad itu
hanya menerima ahlussunnah saja.
Seberapa besar,
aliran sesat itu dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku mahaiswa.
Besar sekali, karena kita telah
mengenal konsep Gawzul fikri dari kapan. Untuk mahasiswa besar sekali,
untuk di LDF tidak ada jaminan, tetapi ada pelapis meskipun tipis. Tetapi di
luar LDF lebih rawan saya kira. Dan kita bisa lihat di beberapa fakultas, LDF
tidak bisa membendung kajian yang diadakan oleh beberapa golongan yang dinilai
sesat oleh MUI. LDF tidak bisa bertindak disana, tetapi kita setidak-tidaknya
kita bisa mengimbangi teori dengan teori. Maka dari hal itu kita juga sempat
menolak kita ada peraturan LDF harus bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM). Karena BEM bisa memasukan kajian tentang apapun. Maka ketika mengundang
tokoh yang berlatar belakang aliran agama yang menyimpang. Maka bisa saja dalam
omongan terselip sebuah ajaran/pemikiran yang dianutnya. Karena kita tahu
banyak yang meracuni pemikiran sebagaimana yang tadi disebutkan. Oleh karena
itu bagaimana upaya LDF agar dapat mewadahi mahasiswa muslim. Salah satunya
dengan menjadi pemilih muslim yang cermat. Mengingat pemilih pemula pada saat
ini lebih dari 30%.
Sebenarnya,
bagaimana sikap mahasiswa muslim dan upaya LDF. Agar pemilih muslim bisa tepat
untuk memilih pemimpin.
Sampai saat ini belum ada. Maka bagaimana caranya kita memahamkan
kepada mahasiswa muslim untuk memilih. Dari segi patokan-patokan dalam memilih.
Dari LDF sendiri belum ada, bahkan hal ini lebih fokus dibahas oleh eksternal.
Seperti KAMMI maupun HMI. Ini bukan langkah untuk berpolitik praktis, namun
untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa muslim agar dapat memilih secara
cermat. Seperti “ayo pilih pemimpin muslim, ayo memilih pemimpin yang pro pada
kebijakan terhadap umat muslim. Yang menjadi concern dari LDF itu dari
segi Islamnya sendiri, bukan hal dalam politik. “Bagaimana memilih pemimpin
berdasar pada acuan Islam.”
Bagaimana dengan
targetan partai politik yang menyasar mahasiswa.
Sangat gencar sekarang pencitraan.
Maka bagaimana agar LDF bisa menyadarkan mahasiswa untuk tidak asal memilih
pemimpin.

Komentar
Posting Komentar